Membuat makanan untuk acara keluarga atau jamuan makan mungkin sudah cukup menantang bagi Anda. Tapi, bagaimana jika Anda diberi tugas memberi makan 3 orang yang berada 250 mil di atas bumi dengan syarat-syarat sebagai berikut: (1) makanan harus bergizi, (2) membangkitkan selera makan, (3) dan bisa disimpan tanpa kulkas.
Di International Space Station, makanan adalah salah satu “hiburan” para astronot.
Adalah pekerjaan Vickie Kloeris, seorang ahli pangan NASA. Sebagai seorang karyawan NASA, tugasnya adalah menghandle laboratorium pangan dan memastikan astronot mendapat menu makanan yang sehat dan bervariasi.
Menyiapkan menu makanan bagi kru di Internasional Space Station – stasiun luar angkasa yang masih ada di “ujung bumi” – saja sudah cukup menantang. Untuk diketahui, NASA punya mimpi menjejakkan manusia di Mars pada tahun 2030 atau 2040an. Dengan perjalanan yang memakan waktu lama ke Mars, sangat menantang bagi ilmuwan seperti Kloeris untuk menyiapkan makanan yang awet, bergizi, sekaligus enak. Berikut merupakan wawancara dengan Klories, seperti yang disadur dalam Popular Science (11/1).
Apa saja tantangan dalam membuat pangan untuk perjalanan ke Mars?
Vickie Kloeris: untuk perjalanan awal ke Mars, semua makanan harus disiapkan di awal, sehingga ketika mereka (kru, red.) datang, (makanan) sudah siap. Jika Anda membayangkan perjalanan ke Mars hanyalah 6 bulan, Anda salah. Perlu perjalanan yang panjang ke Mars, yaitu 5-7 tahun.
Tantangannya adalah punya cukup variasi menu makanan dalam rentang waktu yang lama, dan punya kualitas yang cukup tinggi agar astronot tidak bosan. Ada sebuah fenomena yang disebut “food fatigue”, dimana jika seseorang kurang mendapat menu yang bervariasi atau sangat bosan dengan menu yang ada, maka seseorang tersebut cenderung makan hanya untuk bertahan hidup. Kami ingin kru berada pada performa terbaiknya.
Tantangan lain yang kami hadapi adalah zat gizi dalam makanan kami yang akan berkurang dari waktu ke waktu. Meskipun makanan sudah dikemas steril, akan ada reaksi kimis yang terjadi. Warna berubah, tekstur berubah, dan zat gizinya juga akan berkurang. Kita perlu tahu, setelah 5-7 tahun, berapa jumlah zat gizi yang tersisa, dan apakah ada zat tertentu yang hilang. Untuk mencari tahu, kami telah melakukan studi umur simpan untuk melihat kandungan zat gizi yang tersisa.
Apakah Anda perlu menciptakan resep baru untuk memastikan menu yang bervariasi pada astronot di Mars?
Vickie Kloeris: kami sudah punya 200 menu makanan dan minuman untuk para kru yang berada di ISS, jadi kami rasa jumlah variasi itu cukup. Permasalahannya, tidak semua makanan yang kami punya bertahan selama itu (5-7 tahun, red.). Kami bisa saja membuat makanan yang dari segi mikrobiologi tergolong aman, tetapi kualitas dan nilai gizinya tentu masih dipertanyakan.
Apa yang bisa Anda lakukan dengan masalah gizi tersebut?
Vickie Kloeris: Ada kemungkinan fortifikasi. Anda memasukkan sejumlah zat gizi yang berlebih pada pangan, sehingga saat terdegradasi selama waktu tertentu, zat gizinya masih bisa diterima.
Militer memiliki perhatian yang sama dengan kami. Mereka suka membuat makanan yang awet dalam waktu lama untuk pasukan, dan karena itulah kami bekerjasama dalam hal penelitian. Mereka meneliti dua teknologi: high pressure processing dan sterilisasi microwave. Keunggulan dua teknologi ini adalah secara teoritis mereka tidak banyak menggunakan panas pada bahan pangan. Penerapan panas yang lebih rendah atau waktu yang lebih singkat akan membuat degradasi zat gizi yang lebih sedikit. Dan jika Anda memulai dari kadar gizi yang lebih tinggi, maka (produk) akhirnya akan mengandung gizi yang lebih tinggi juga.
Karena menggunakan panas yang rendah, maka akan didapat warna, tekstur, flavor, dan kandungan gizi yang lebih baik.
Apakah ada perhatian lain soal pangan pada astronot di Mars?
Vickie Kloeris: Radiasi luar angkasa dan pengaruhnya pada pangan masih belum diketahui, dan salah satu masalah yang kami punya adalah tidak ada cara untuk mengujinya di bumi.
Beberapa tahun lalu kami melakukan penelitian. Kami menyimpan makanan dan obat-obatan di bumi, lalu mengirim item yang sama ke ISS, kemudian semuanya diuji dan dibandingkan. Radiasi pada orbit bumi di ISS ternyata tidak memiliki efek yang berbeda nyata terhadap kualitas dan nilai gizi pangan. Tetapi, jenis radiasi itu berbeda ketika benar-benar meninggalkan atmosfer bumi.
NASA sedang mencari suatu tempat di bulan. Kami melihat kemungkinan mengirim makanan kesana dan meninggalkannya sementara disana untuk melihat apa efek radiasi luar angkasa terhadap makanan.
Apakah astronot di Mars membutuhkan makanan yang lebih banyak dan membutuhkan zat gizi tertentu ?
Vickie Kloeris: Semua penelitian yang pernah kami lakukan sejauh ini mengindikasikan bahwa tidak ada beda nyata antara kebutuhan manusia dengan gravitasi bumi dan mikrogravitasi (tingkat gravitasi kecil, red.). Penelitian dalam pesawat ulang alik telah dilakukan dengan air yang dilabeli isotop, dimana astronot mengkonsumsi isotop air dan dilacak seberapa banyak yang keluar. Dengan menghitung seberapa banyak air yang keluar, maka bisa diketahui berapa banyak kalori yang dibutuhkan seseorang.
Mereka melakukan penelitian ini di pesawat ulang alik, lalu membandingkannya dengan di bumi dan di orbit, dan ternyata hasilnya tidak beda nyata. Saat ini, penerbangan ulang alik (memiliki waktu) singkat, sehingga ilmuwan Eropa mengulang penelitian tersebut pada ISS, untuk melihat apakah kebutuhan kalori berubah saat berada lebih lama di angkasa. Akan sangat menarik melihat yang akan mereka temukan.
Catatan:
1. Perjalanan ke Mars sangat panjang karena NASA harus menunggu saat Bumi dan Mars berada pada titik terdekat, dan terjadi setiap 2 tahun sekali. Hal ini juga tergantung dari metode teknis yang digunakan NASA pada saat keberangkatan.
2. Tim Kloeris biasanya menggunakan panas tinggi dan tekanan rendah pada sterilisasi. Sedangkan high pressure processing kebalikannya, yaitu panas rendah dan tekanan tinggi.
Sterilisasi microwave masih menggunakan sedikit panas dan diaplikasikan pada waktu singkat sehingga secara teoritis dapat mempertahankan kualitas gizinya.
Kedua teknologi ini masih berada pada tahap eksperimental, sehingga belum mendapat persetujuan FDA dan USDA.
Sumber:
Disaring dari Popsci.com