- Advertisement -
Stunting adalah masalah gizi kronis yang berpengaruh pada pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak. Salah satu konsep penting dalam mencegah stunting adalah “window of opportunity” atau jendela peluang yang terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak masa konsepsi (pembuahan) hingga anak berusia dua tahun.
Menurut penelitian, periode ini sangat krusial karena kekurangan gizi selama fase ini dapat mengakibatkan dampak permanen pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Masa ini merupakan waktu dimana pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta otak anak berlangsung sangat pesat, sehingga membutuhkan asupan gizi yang cukup dan tepat.
- Advertisement -
Mencukupi kebutuhan gizi ibu hamil dan anak merupakan tantangan besar, terutama di negara berkembang. Ibu hamil memerlukan peningkatan asupan energi sebesar 13% dan protein hingga 54%, serta sejumlah mikronutrien penting seperti zat besi, folat, vitamin A, vitamin C, vitamin B6, zinc, dan iodium. Namun, di banyak daerah, ibu hamil seringkali tidak memiliki akses yang memadai terhadap makanan yang baik, sehingga mereka rentan mengalami kekurangan gizi.
Selain ibu hamil, bayi di bawah usia 2 tahun juga memiliki kebutuhan gizi yang sangat tinggi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka. Salah satu tantangan utama adalah bahwa bayi yang masih menyusui biasanya mengonsumsi makanan tambahan yang rendah nutrisi, misalnya bubur encer yang terbuat dari tepung gandum atau jagung. Makanan ini memiliki kepadatan energi yang rendah, sehingga anak harus mengonsumsi dalam jumlah besar agar kebutuhan energinya terpenuhi. Selain itu, pori-pori di makanan berbahan dasar gandum atau jagung juga menghambat penyerapan zat besi dan zinc, yang sangat penting bagi pertumbuhan.
Pada bayi berusia 6-24 bulan, kesenjangan dalam pemenuhan gizi, terutama zat besi dan zinc, sering kali sangat besar. Hal ini diperparah dengan kebiasaan memberikan makanan yang rendah nutrisi, seperti bubur sereal yang rendah zat gizi, sehingga anak-anak di usia ini sangat rentan mengalami kekurangan nutrisi yang dapat menyebabkan stunting.
Pola Makan Anak-Anak di Dunia
Stunting bukan hanya menjadi momok di Indonesia. Di banyak negara, terutama di Asia Selatan, pola makan anak-anak di bawah usia dua tahun juga sangat buruk. Di Afghanistan, Bangladesh, India, Nepal, dan Pakistan, misalnya, hanya 12-24% anak yang menerima pola makan minimal yang memadai​. Masalah utama mengapa hal ini terjadi adalah rendahnya keragaman makanan yang diberikan pada anak-anak. Survei terbaru menunjukkan bahwa kurang dari 30% anak-anak dalam kelompok usia 6-24 bulan diberi makanan dari setidaknya empat kelompok pangan penting.
- Advertisement -
Studi juga menunjukkan bahwa banyak bayi di seluruh dunia diberi makanan pendamping ASI yang tidak cukup bergizi. Di beberapa negara, bayi sering kali diberi bubur yang terlalu encer dan rendah kandungan gizi sehingga kebutuhan energi dan mikronutrien mereka tidak terpenuhi. Ketergantungan yang berlebihan pada makanan pokok yang rendah nutrisi, seperti nasi atau tepung, menyebabkan anak-anak kekurangan zat besi, zinc, dan vitamin penting lainnya​. Di wilayah dengan kemiskinan tinggi, makanan bergizi sering kali tidak terjangkau, yang memperparah masalah stunting di antara anak-anak.
Pentingnya 1000 hari pertama kehidupan dalam mencegah stunting tidak bisa diabaikan. Pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil, bayi, dan anak-anak di bawah dua tahun menjadi prioritas utama untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan intervensi yang komprehensif, termasuk perbaikan akses terhadap makanan bergizi, edukasi tentang pola makan sehat, serta pencegahan infeksi yang dapat memperburuk kondisi gizi anak. Dengan memahami konsep “window of opportunity” ini, diharapkan langkah-langkah strategis dapat diambil untuk mengurangi angka stunting secara global.
- Advertisement -
Sumber:
Kathryn G. Dewey. Reducing stunting by improving maternal, infant and young child nutrition in regions such as South Asia: evidence, challenges and opportunities. Maternal & Child Nutrition (2017), pp 27-38.
- Advertisement -