Panganpedia – Istilah tentang clean food mungkin cukup familiar di telinga kita. Tapi, bagaimana dengan clean label?
Istilah “clean label” sebenarnya bukanlah istilah ilmiah. Sebaliknya, istilah ini adalah istilah konsumen yang telah dikenal secara luas oleh industri makanan, konsumen, akademisi, dan institusi lain.
Jadi, apa arti clean label?
Secara garis besar, Clean label berarti bahwa produk yang terdapat pada label pangan mestinya menggunakan bahan-bahan yang seminimalis mungkin, dan juga memastikan bahwa penamaan bahan pangannya mudah dikenali konsumen.
Apa fungsi dari clean label? Adanya penamaan bahan pangan (ingredient) yang terlalu teknis di label pangan seringkali membuat pusing konsumen, dan bahkan banyak pula konsumen yang terlanjur ‘skeptis’ karena dikiranya banyak bahan kimia sintetis yang ada dalam produk tersebut.
Contoh paling simpel adalah saat kita melihat label pangan, dan menemui bahan “tokoferol” di dalam label tersebut. Jika konsumen yang melihat label tersebut, kebanyakan akan merespon negatif dan beranggapan bahwa produk pangan tersebut mengandung bahan kimia. Padahal, tokoferol adalah vitamin E! Sayangnya, peraturan pemerintah seringkali membuat bahan-bahan tertentu harus dirujuk berdasarkan nama ilmiah.
Salah satu contoh lainnya adalah label dalam kotak sereal. Beberapa bahan terdiri atas berbagai vitamin dan mineral yang digunakan produsen sereal untuk memperkuat produk. Namun, jika konsumen tidak mengenali nama-nama seperti “tiamin hidroklorida,” “niacinamide” atau “asam askorbat” – alias vitamin B1, vitamin B3 dan vitamin C – mereka mungkin beranggapan bahwa sereal itu “banyak bahan kimianya”, “tidak alami”, atau bahkan “berbahaya.”
Contoh lainnya, coba tebak produk berikut berdasarkan daftar bahannya:
TEPUNG GANDUM, NIACIN, IRON, THIAMIN MONONITRATE, RIBOFLAVIN, ASAM FOLIK, ENZIM
Kedengarannya cukup teknis dan diproses, bukan? Karena kurangnya keakraban dengan istilah ilmiah, ditambah dengan persyaratan peraturan untuk label pangan, konsumen mungkin menganggap produk pangan ini terlalu rumit atau tidak cukup sehat untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Sebagian besar kekhawatiran konsumen karena isu-isu seperti “rasa buatan” atau nama-nama yang sulit diucapkan sebenarnya hanyalah akibat kurangnya pengetahuan konsumen dengan ilmu pengetahuan, tidak familiarnya istilah tersebut di telinga.
Sumber: IFT