Panganpedia – Anda suka makan takoyaki? Hmm.. makanan khas Jepang ini sangat enak disantap sebagai snack. Seperti sushi, sashimi, dan okonomiyaki, makanan ini juga sangat populer dan digemari di Indonesia.
Selain gurita yang menjadi bahan utama, salah satu bahan yang merupakan “ciri khas” dari takoyaki adalah katsuobushi, yaitu serpihan dalam takoyaki yang terbuat dari ikan. Nah, seperti apa pembuatan katsuobushi sebenarnya? Cek di artikel Panganpedia berikut yuk.
Katsuobushi adalah produk fermentasi dari ikan kering dan sangat terkenal di Jepang. Citarasa umami yang didapat dari katsuobushi bahkan membuat produk ini mempunyai hati di masyarakat Jepang. Oleh karena itu, di negara sakura tersebut penggunaan katsuobushi tidak hanya terbatas pada pembuatan takoyaki, tapi juga sebagai pelengkap dalam okonomiyaki, bahkan sebagai bahan baku pembuatan dashi (yang biasa digunakan dalam membuat sup miso dan merupakan ramuan dalam banyak masakan tradisional). Hampir 90 persen katsuobushi dibuat secara massal di daerah Kagoshima dan Shizuoka.
Seberapa suka masyarakat Jepang menyukai katsuobushi? Anda dapat melihat studi kasus, dimana sebuah pabrik di negara tersebut, bernama Yamashici Co., Ltd memproduksi 70 sampai 75 ton katsuobushi per bulan. Wah, jumlah yang sangat besar ya!
Cara Tradisional Pembuatan Katsuobushi
Pembuatan katsuobushi dimulai dari bahan bakunya, yaitu ikan cakalang atau tongkol. Istilah nama “katsuo” dalam bahasa Jepang diambil dari nama latin Katsuwonus pelamis. Meski memiliki berbagai variasi pembuatan, tapi beginilah dasar pembuatan katsuobushi:
Ikan dipotong menjadi fillet (dihilangkan tulangnya), dan direbus selama beberapa jam, kemudian dibuang airnya. Setiap fillet kemudian diolesi dengan pasta ikan untuk mengisi semua celah dan garis yang tertinggal dimana tulang berada, memberikan permukaan yang halus. Ikan tersebut lalu diasap dan dijemur di bawah sinar matahari selama berbulan-bulan hingga kering.
Setelah kering, penampakan ikan akan menjadi sangat padat, bahkan mirip seperti bongkahan kayu. Ikan ini selanjutnya diserut menggunakan alat tradisional yang terbuat dari kayu, yang disebut kezuriki.
Saat ini hanya sebagian kecil katsuobushi yang melewati keseluruhan proses itu. Jenis yang lebih sederhana, yang disebut arabushi, hanya diasap selama tiga puluh hari. Sedangkan proses yang memakan waktu lebih tinggi akan membuat kualitasnya menjadi lebih tinggi, sehingga kini dihasilkan produk serupa dengan nama berbeda, misalnya hongarebushi, karebushi dan shiagebushi.
Mengapa Katsuobushi Sangat Enak?
Katsuobushi dipercaya sudah ada sejak abad kedelapan, dengan bukti pertama berupa smoke-dying process pada akhir 1600-an dan proses fermentasi sekitar satu abad kemudian. Berbagai legenda yang berkembang mengisahkan bahwa makanan ini ‘ditemukan’ secara tidak sengaja, dimana beberapa orang menemukan katsuobushi kering hasil pengasapan, akhirnya memutuskan untuk memakannya, dan mendapati bahwa produk itu menjadi lebih lezat lagi.
Lalu pertanyaan selanjutnya, mengapa katsuobushi sangat lezat? Menurut Tokyo Foundation, adanya proses fermentasi memberi pengaruh besar pada flavor katsuobushi, yaitu sebagai berikut:
- Jamur mengurangi kelembaban dalam daging untuk mempertahankan dirinya sendiri, sehingga mempercepat pengeringan.
- Jamur memiliki kemampuan untuk menguraikan lemak, membersihkan daging dari lemak dan baunya dan mengubah lemak menjadi asam lemak terlarut. Prosesnya juga menghilangkan rasa, meningkatkan rasa dan aroma.
- Jamur memecah protein menjadi asam amino dan senyawa nitrogen lainnya, yang juga meningkatkan rasa (umami).
- Adanya kumpulan jamur ini mencegah mikroorganisme lainnya.
Jamur memecah lemak dan meningkatkan asam lemak bebas, menghasilkan sup yang memiliki penampakan jernih saat serutan katsuobushi direbus.
Hasil dari semua ini adalah citarasa lezat yang penuh dengan umami. Umami adalah konsep foodie yang sangat trending saat ini, meski awalnya ditemukan sejak lama di Jepang.